Mendesak Modernisasi Alutsista

Sejumlah anggota Paskhas TNI AU melakukan proses evakuasi bangkai pesawat Hawk 200 diangkat ke mobil container, di Kecamatan Siak Hulu, Kampar, Riau, Rabu, (17/10). Bangkai pesawat milik TNI AU yang jatuh Selasa (16/10) tersebut berhasil di evakusi dari lokasi kejadian dan akan di bawa ke Lanud Pekanbaru. (Foto: ANTARA/Fachrozi Amri/ed/ama/12)

17 Oktober 2012, Jakarta: Jatuhnya pesawat Hawk 200 milik TNI Angkatan Udara merupakan pukulan berat bagi Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang beberapa tahun belakangan alutsistanya kerap mengalami kecelakaan.

"Pesawat Hawk memang sudah usia lanjut. Kejadian ini lagi-lagi memberi sinyal mendesaknya modernisasi alutsista TNI," kata Wakil Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq di Jakarta, Rabu (17/10).

Menurut Mahfudz, kini terdapat sekitar Rp 30 triliun dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan untuk memodernisasi alutsista TNI. Pemerintah harus segera merealisasikan alokasi anggaran tersebut.

"Sejak reformasi 1998 nyaris tak ada pengadaan alutsista baru hingga akhir tahun 2010. Ketiga matra TNI sudah sangat memprihatinkan kondisi alutsistanya," ujarnya.

Seperti diketahui, pesawat Hawk 200 TNI Angkatan Udara jatuh di Pekanbaru, Selasa (16/10). Pilot pesawat itu, Letda Yori Prasetyo, selamat. Tidak ada korban dari pihak sipil.

Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono mengaku belum mengetahui penyebab kecelakaan tersebut. Ia mengingatkan kepada para penerbang TNI AU agar tetap bersikap profesional. "Risiko kecelakaan selalu ada, tapi perwira penerbang harus tetap latihan," katanya.

Pesawat TNI AU yang Jatuh Belum Berusia Tua

Wakil Ketua Komisi I DPR RI Tubagus Hasanuddin mengatakan, pesawat Hawk 200 milik TNI Angkatan Udara bukanlah pesawat berusia tua.

Pernyataan ini berbeda dengan pandangan koleganya di Komisi I, Mahfudz Siddiq, yang menyebut Hawk 200 sebagai pesawat berusia lanjut sehingga perlu dimodernisasi.

Hasanuddin menjelaskan, pesawat Hawk 200 masuk ke jajaran TNI AU pada akhir dekade 1990-an. TNI AU punya dua skuadron Hawk yang ditempatkan di Pekanbaru dan Pontianak. Sistem pemeliharaan di kedua pangkalan tersebut cukup bagus. Setiap tahun TNI AU belanja suku cadang dan melakukan pemeliharaan rutin.

Setiap pesawat militer punya risiko celaka. Namun, kata dia, " Kalau dilihat dari prosentasenya, kecelakaan pesawat TNI AU relatih lebih kecil ketimbang pesawat militer AS. Cuma, kita memang harus lebih memperhatikan perawatannya."

Berdasarkan fakta itu, politisi PDIP ini enggan menyimpulkan sejak dini penyebab kecelakaan pesawat Hawk 2000 di Pekanbaru, Selasa (16/10). Ia berharap semua pihak menunggu hasil investigasi yang kini ditangani pimpinan TNI AU.

"Bila hasil investigasinya sudah beres, Komisi I akan meminta penjelasan dari Kepala Staf TNI AU tentang kasus ini," katanya.

Sumber: Jurnal Parlemen

No comments:

Post a Comment