AH-64D Longbow. (Foto: army technology)
15 Februari 2013, Jakarta: Kementerian Pertahanan saat ini masih mengkaji rencana pembelian Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) khususnya helikopter jenis Apache dari Amerika Serikat (AS).
Helikopter jenis Apache berfungsi sebagai heli serang dengan spesifikasi sebagai penghancur tank lapis baja dan bunker-bunker.
Sebagai alternatif, Kemhan juga sedang mempertimbangkan pengadaan helikopter jenis Black Hawk. Helikopter jenis Black Hawk berfungsi sebagai untuk melakukan serbuan (heli serbu) dan juga bisa mengangkut pasukan.
“Helikopter serang jenis Apache dinilai yang cukup baik di tataran dunia. Memang ada saingannya dari Eropah yaitu helikopter jenis Cobra,” kata Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro di Kantor Kemhan, Jakarta, Jumat (15/2) usai memimpin serah terima jabatan (Sertijab) pejabat Eselon I di Lingkungan Kementerian Pertahanan.
Menurut Purnomo, pilihan untuk pengadaan helikopter jenis Black Hawk atau helikopter jenis Apache termasuk dalam alutsista tambahan yang diajukan Kemhan guna melengkapi kekuatan TNI Angkatan Darat.
“Awalnya pilihannya helikopter jenis Apache. Masalahnya ada suatu alokasi anggaran untuk pembelian helikopter serang. Pilihannya bisa Apache, bisa Black Hawk,” katanya.
Menurut Purnomo, kalau helikopter jenis Apache sudah mendapatkan ijin dari Pemerintah AS. Hanya saja, menurut Purnomo, kita ingin mendapatkan helikopter jenis Apache cukup banyak. Kalau kita tidak bisa mendapatkan helikopter jenis Apache yang cukup banyak maka kita ingin helikopter jenis Black Hawk.
“Yang penting helikopter tempur kita itu cukup banyak sehingga bisa membangun deteren begitu. Itu sedang kita bahas. Kita masih hitungan-hitungan dengan alokasi dana yang ada,” katanya.
Ia menjelaskan Kemhan masih mempertimbangkan apakah sebaiknya helikopter jenis Apache atau helikopter jenis Black Hawk. Sebab masih menghitung dana yang dialokasikan untuk pengadaan Alutsista.
Menurut Purnomo, tahun 2013 ini akan memproses rencana pengadaan helikopter tempur tersebut. Ia ingin mengejar waktu karena masa bakti KIB II tinggal setahun lagi. Sebab pertengahan tahun depan mungkin sudah punya presiden baru kalau Pemilihan Presiden hanya berlangsung satu putaran.
“Kalau hanya satu putaran maka kabinetnya juga harus siap-siap,” katanya.
Terkait pengadaan helikopter tempur itu, Purnomo menjelaskan, selain masih menghitung alokasi anggaran yang ada, juga tentu berpulang kepada user (TNI, Red), apakah helikopter jenis Apache atau Black Hawk.
“Dari segi user, (helikopter) Black Hawk juga tidak ada masalah. Tapi mereka punya plus – minus masing-masing,” katanya.
Menhan berharap helikopter tempur itu minimal bisa mencapai satu skadron. Untuk memenuhi satu skadron maka minimal harus membeli 16 unit helikopter tempur.
Purnomo membenarkan bahwa rencana pengadaan helikopter tersebut belum mendapat persetujuan dari DPR. Karena hal itu masih dalam proses di pemerintah yaitu antara Kementerian Pertahanan, Markas Besar TNI dan Markas Besar Angkatan.
“Dari situ kita matangin dulu, baru diajukan ke DPR,” kata Menhan.
Mantan Kepala Badan Rencana Pertahanan Kementerian Pertahanan, Mayor Jenderal TNI R. Ediwan Prabowo mengatakan untuk satu unit helikopter jenis Apache seharga US$ 45 juta, sedangkan helikopter jenis Black Hawk harganya US$ 20 juta.
“Itu jawaban dari pemerintah AS khususnya tentang harga,” kata Ediwan usai menyerahkan jabatannya sebagai Kabaranahan Kemhan kepada Laksamana Muda TNI Rachmad Lubis di Kantor Kemhan, Kamis (15/2).
Terkait pengadaan helikopter tersebut, Ediwan mengatakan alokasi anggaran untuk sementara mencapai US$ 400 juta. Ediwan menambahkan TNI sebagai pengguna Alutsista sebenarnya menginginkan helikopter jenis Apache.
“Keinginan user tentu yang pertama adalah Apache. Tapi kalau memang harganya tinggi, mungkin belum waktunya pada Renstra ini,” katanya.
Sumber: Jurnas
No comments:
Post a Comment